Pajak PPN 12% Naik Mulai 2025, Ini Kemungkinan Dampaknya bagi Pekerja

Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara sekaligus memperkuat fondasi fiskal. Namun, kenaikan PPN ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan, khususnya terkait dampaknya bagi pekerja.

 

Apa Itu PPN?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.

 

Kebijakan ini sudah ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pasal 9 ayat (3), pemerintah berwenang mengubah tarif PPN paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

 

 Tarif PPN di Indonesia sebelumnya adalah 10%, kemudian naik menjadi 11% pada 2022, dan dijadwalkan menjadi 12% pada 2025.

 

Tujuan kenaikan ini adalah:

  • Meningkatkan Pendapatan Negara: PPN menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar bagi pemerintah. Dengan naiknya tarif, penerimaan pajak diharapkan bertambah untuk mendukung pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan program sosial.
  • Penyesuaian dengan Standar Global: Tarif PPN Indonesia relatif rendah dibandingkan beberapa negara lain di ASEAN, seperti Filipina (12%) atau Vietnam (10–15%).

 

Dampak Kenaikan PPN 12% bagi Pekerja

Kenaikan tarif PPN memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap pekerja, terutama dalam hal daya beli dan pengeluaran. Berikut beberapa dampaknya:

1. Penurunan Daya Beli

Dengan kenaikan PPN, harga barang dan jasa akan meningkat. Biaya hidup sehari-hari, seperti kebutuhan pokok, transportasi, dan layanan lainnya, kemungkinan besar akan naik. Hal ini dapat mengurangi daya beli pekerja, terutama mereka yang berpenghasilan rendah hingga menengah.

2. Tekanan terhadap Upah

Kenaikan biaya hidup sering kali mendorong pekerja untuk menuntut kenaikan upah kepada perusahaan. Namun, tidak semua perusahaan, terutama UKM atau perusahaan kecil, mampu memenuhi permintaan ini. Akibatnya, hubungan industrial berpotensi memanas jika kenaikan upah tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya hidup.

3. Perubahan Pola Konsumsi

Pekerja kemungkinan akan lebih selektif dalam membelanjakan pendapatan mereka. Barang-barang atau jasa yang tidak esensial mungkin akan ditinggalkan demi memprioritaskan kebutuhan pokok. Industri yang menawarkan produk atau layanan non-esensial, seperti hiburan, pariwisata, atau barang mewah, mungkin akan mengalami penurunan permintaan.

4. Beban Tambahan Bagi Pekerja Informal

Bagi pekerja informal atau yang bergantung pada usaha kecil, kenaikan PPN dapat menjadi beban tambahan. Misalnya, pedagang kecil yang menjual barang dengan harga lebih tinggi mungkin menghadapi risiko penurunan pelanggan.

Solusi dan Strategi Menghadapi Dampak PPN Naik

  1. Manajemen Keuangan Pribadi
    Pekerja perlu meningkatkan keterampilan mengelola keuangan dengan cara:

    • Membuat anggaran bulanan.
    • Memprioritaskan kebutuhan esensial.
    • Menabung untuk menghadapi kebutuhan mendesak.
  2. Negosiasi Upah
    Serikat pekerja atau karyawan dapat memperjuangkan kenaikan upah yang sejalan dengan inflasi dan kenaikan biaya hidup akibat PPN.
  3. Efisiensi Konsumsi
    Mencari alternatif barang atau jasa yang lebih hemat atau menawarkan promosi bisa membantu pekerja beradaptasi dengan kenaikan harga.
  4. Dukungan Pemerintah
    Pemerintah diharapkan memberikan kompensasi berupa subsidi bagi kelompok rentan atau memperluas jangkauan bantuan sosial agar dampak kenaikan PPN dapat diminimalkan.

Kesimpulan

Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 membawa implikasi besar, khususnya bagi pekerja. Dampaknya mungkin paling dirasakan oleh mereka yang berpenghasilan rendah hingga menengah. Namun, dengan strategi yang tepat, baik dari pekerja maupun pemerintah, dampak ini bisa diminimalkan. Peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan ini diharapkan juga bisa diimbangi dengan alokasi anggaran yang lebih efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.